Senin, 03 Agustus 2009

Para penghujat Islam


Diantara tokoh-tokoh islamphobe barat nama Geert Wilders dan Robert Spencer mungkin tak asing bagi kita. Keduanya adalah orang yang paling aktif menghujat Islam. Robert Spencer kita kenal sebagai penulis buku " The Truth About Muhammad: The Founder of the World’s Most Intolerant Religion". yang berisi hardikan terhadap praktek poligami Rasulullah saw. sedangkan Geert Wilder kita kenal sebagai orang yang paling gatel dan gerah mendengar kata islam, saking gerahnya dia melakukan kampanye anti islam secara budaya maupun kebijakan parlemen eropa. menolak turkey masuk uni eropa dan masih banyak yang lainnya.

Sabtu, 25 Juli 2009

Belajarlah Hingga ke Negeri China

Lagi-lagi kita harus kembali merenungkan Hadist Nabi Muhammad tentang anjuran menuntut ilmu hingga ke negeri China. Mungkin bukan cerita yang aneh bila negeri komunis ini meluncurkan satelit, mengalami kemajuan ekonomi super-hebat, hingga masalah pendidikan. Tapi kalau China meluncurkan Televisi berbahasa Arab, ini baru aneh. plus tentu saja jadi kritik bagi kita toh, iyah toh, enak toh. meski tujuannya memang politis, terutama setelah isu kerusuhan sara di Provinsi Xinjiang, yang menewaskan ratusan etnis muslim Uighur. China merasa perlu melakukan komunikasi secara budaya kepada negara-negara Muslim. caranya adalah dengan membiat stasiun televisi berbahasa Arab.
Nah....sekarang coba tengok Indonesia. sedihnya...........jangankan berbahasa arab, mendengar namanya saja sudah banyak yang alergi. mungkin takut disangka teroris. maklum lagi santer-santernya isu ini. Orangnya berjenggot, dirumah ada buku-buku keislaman, atau teks bahasa arab, slogan-slogan jihad, apalagi tv berbahasa arab, siap-siap saja diciduk tim densus 88.
Di ngeri ini, Tv berbahasa Inggris ada, indonesia palagi, bahkan China juga ada. nah loh....kemana yang berbahasa arab, bukannya mayoritas penduduk indonesia Muslim. atau jangan-jangan jumlah orang yang bisa berbahasa arab sangat sedikit. Astagfirullah..........3x

Kenapa Indonesia jadi sasaran Teror?

Rangkaian pengeboman yang terjadi di Indonesia sungguh aneh tapi nyata. Selain disebut-sebut diotaki orang-orang dari negeri jiran, juga selalu dikait-kaitkan dengan melawan hegemoni As. Melawan As bisa dimana saja, kenapa mesti di Indonesia. kalau toh benar target utamanya fasilitas bisnis, dan orang yang terkait dengan negara adidaya tersebut, kenapa tidak dilakukan di singapura, Malaysia, Australia atau Thailand saja. targetnya kan tentu lebih banyak. satu ransel bom saja, mungkin bisa mematikan lebih banyak korban, biar puas sekalian.
Dr, Azhari tiada, kini Nurdin M. Top muncul dengan teror model baru. apa yang dilakukan orang ini, seperti membuang kulit pisang ke halaman tetangga. si kulit pisang terinjak dan membuat si tetangga terpeleset jatuh, gubrakkk. yang jadi pertanyaan, kena orang seperti ini tidak ditangkap di malysia, lalu kenapa kerabatnya di negeri jiran sana tak pernah dikonfirmasi tentang aktivitas anggota keluarganya ini. apa iyah, sebelum kedua orang Malaysia ini pergi ke Indonesia tidak tahu dengan aktivitas kedua warganya ini. apa mungkin, pihak malaysia memang tahu terus membiarkan kedua warganya ini pergi ke Indonesia, tujuannya mungkin ya biar Indonesia tidak stabil. kan lumayan bisa memancing diempang tetangga yang lagi keruh. wallahua'lam, yang jelas Orang asli Indonesia (Oi) yang punya semangat jihad yang tinggi tak akan menghancurkan bangsanya sendiri.

Senin, 06 Juli 2009

Segera Terbit.............


Buku Pintar Islam
QURAN & TAFSIR ● SIRAH NABI & HADIS ● AKIDAH ● IBADAH ● MUAMALAH ● SEJARAH & PERADABAN ● ISLAM NUSANTARA ● DUNIA ISLAM MASA KINI ● SERBA-SERBI

Penulis: Izza Rohman, Tohirin El-Ashry, Maruf Muttaqien dan Ervan Murtawab
ISBN: 978-979-024-123-7
Ukuran: 15 x 23 cm
Halaman:
Terbit: Segera

Sebuah buku yang menghimpun data-data penting tentang:

* profil negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim
* organisasi-organisasi Islam internasional dan nasional
* kekhalifahan-kekhalifahan besar dalam sejarah Islam
* kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
* surah-surah Al-Quran berdasarkan urutan turun
* indeks tema-tema penting Al-Quran
* kitab-kitab tafsir dan hadis termasyhur
* teks Piagam Madinah & khutbah wada
* 99 asmaul husna & 200 julukan Nabi Muhammad
* panduan salat, zakat, puasa, dan haji
* masjid-masjid istimewa seantero dunia
* nama-nama bayi muslim
* dan masih banyak lagi …

Rujukan abadi para pelajar, mahasiswa, guru, dosen, peneliti, wartawan, dai/mubalig, ulama, pegawai pemerintah, aktivis LSM, dan politisi.

Selasa, 23 Juni 2009

Antara Ronaldo, Mesi dan Torres

OLEH A.A. ARIWIBOWO
"Kita adalah angkatan yang tak bisa mereka didik, karena kita memahami lebih baik" (We are the class, they couldn`t teach, `cause we know better!). Nukilan ini dicopot dari tembang berjudul "Born in the 50`s" yang dilantunkan oleh grup band The Police.

Lagu itu menyasar kepada perjuangan unjuk gigi bagi proklamasi bahwa jangan pernah tampil sebagai generasi yang sok menindas, apalagi memainkan gaya kepemimpinan bisik-bisik di kegelapan, kemudian merebut mikropon untuk berkoar sebagai jagoan yang mendadak turun dari langit.

Kalau ada kisah bidadari dari kahyangan, maka ini bukan kisah pangeran dari jagat entah berantah.

Ini bukan pula adu terampil main pat-gulipat bahwa sepiring uang datang begitu saja tanpa menunjukkan prestasi. Karena, murid kritis mengajukan pertanyaan menyelidik serba menggelitik nalar, "Ketrampilan Anda apa? Jualan utama Anda apa kepada publik?"

Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Fernando Torres tampil ke jagat sepakbola sebagai tiga sekawan yang menyingkirkan kebekuan dari segala apa yang bernuansa serba normal, serba biasa-biasa saja.

Ketiganya mengepalkan tinju ke udara seraya berucap kata, "Ini tinju kami, mana tinjumu."

Mengapa? Karena ketiganya memiliki nyali untuk mencungkil mentalitas "nonsense" yang berkomplot demi kejayaan kelompok sendiri. Langkah awalnya: libas ideologi empat L (Lu lagi, Lu Lagi).

Bukan lantaran pemain Machester United, Cristiano Ronaldo, menyabet penghargaan pemain terbaik dunia FIFA 2008, maka pemain asal Portugal itu mencekoki Messi dan Torres dengan ideologi pembebasan dari mentalitas pasif, cepat puas diri dan tidak kritis.

Ketiganya tampil sebagai sosok yang aktif, tidak berpuas diri dan kritis.

Baik Ronaldo, Messi dan Torres sama-sama mendemonstrasikan kepada dunia bahwa mengobarkan revolusi terhadap masyarakat berdimensi satu (one dimensional society) bukan sebatas slogan "berubah dan berubah". Apalagi, kalau ada embel-embel ambisi akan guyuran uang (pecuniary culture).

Filsuf John Dewey menulis, "Kita sedang hidup dalam kultur uang. Kultur dan ritusnya menentukan pertumbuhan dan keruntuhan suatu lembaga dan ia menguasai nasib setiap individu."

Dan Karl Marx menulis, "Karena uang, kesetiaan dapat diubah menjadi khianat, cinta menjadi benci, benci dapat menjadi cinta; budak dijadikan tuan, tuan menjadi budak; kebodohan menjadi kepandaian, kepandaian menjadi kebodohan."

Keterasingan karena iming-iming uang tidak membawa manusia kepada kemanusiaan yang paripurna. Meski Ronaldo, Messi dan Torres perlu uang, tetapi ketiganya ingin melakoni kemanusiaan sebagai pribadi yang membumikan keutamaan-keutamaan aristokrat sejati.

Pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson punya jurusnya. "Kami semua bangga dia menerima penghargaan tertinggi itu. Kami pikir, dia banyak berutang kepada MU karena kesuksesannya tersebut," kata Ferguson.

Ronaldo mengamini bahwa dia banyak berutang kepada MU, termasuk kepada Ferguson, dalam kemajuan kariernya.

"Benar, Ferguson punya peran penting dalam karierku. Ini musim yang indah bagiku dan bagi klubku. Sang pelatih sangat penting bagiku, karena aku belajar banyak darinya," kata Ronaldo.

Selain lihai menggiring bola, menggocek pemain belakang lawan, melepaskan tembakan ke gawang, publik cukup merasakan getar sihirnya akan aksi teatrikal, utamanya di daerah pertahanan lawan.

Pemain sayap berjuluk CR7 ini dianugerahi kecepatan, kekuatan dan kemampuan luar biasa dalam menerobos lini pertahanan lawan. Inilah daya pembebasan dari CR7 bagi generasi jaman ini.

Kalau Beckham punya kejelian mengumpan bola, maka Ronaldo lebih mengandalkan kemampuan untuk merobek konsentrasi lawan dengan segudang aksi warna-warni di lapangan. Beckham punya energi, sementara Ronaldo beraksi sebagai pemain sirkus. Begitu ibaratnya bagi CR7.

Meski Ronaldo dijuluki punya kepribadian eksibisionis, tetapi ia merayu publik Old Trafford agar bersedia bertepuk tangan atas aksi lapangan yang aduhai.

Ronaldo membuktikan dirinya sebagai salah satu mesin gol klub "Setan Merah". Pemain kelahiran Madeira ini kini tengah dibidik oleh Real Madrid dengan segepok uang. Kekritisan versus godaan uang.

Fragmen menarik juga menerpa Lionel Messi. Kini ia banyak mendulang decak kagum publik, karena penampilannya banyak dibandingkan dengan Diego Maradona semasa muda.

Pemain berusia 21 tahun ini punya kemampuan mengontrol bola dan melepaskan diri dari kawalan pemain lawan untuk memotivasi sesama rekan tim guna meneror pertahanan seteru. Ini makin sempurna karena Messi punya kecepatan.

Lahir di Rosario, Santa Fe di Argentina pada 24 Juni 1987, Messi bergabung ke Barcelona sejak usia 13 tahun.

Dengan cepat, bintangnya bersinar sebagai pemain muda berbakat. Pelatih Fank Rijkaard memberi kesempatan memulai debutnya di tingkat senior saat menjalani laga persahabatan melawan Porto pada November 2003 pada usia 16 tahun.

Ia menjalani laga perdana bersama tim nasional Argentina pada pertandingan persahabatan melawan Hungaria pada Agustus 2005. Ini mengingatkan torehan sejarah ketika Maradona turun bertanding pada usia 16 tahun.

Messi membawa Argentina merebut medali emas dalam ajang Olimpiade tahun lalu. Ia telah mengoleksi sebanyak 11 gol di Liga Primera pada musim kompetisi ini. Di Liga Champions, ia mencetak lima gol.

Sebuah potret perjuangan dari Messi yang mengingatkan publik akan makna dari semangat tidak cepat berpuas diri, tetapi terus mencari dan mencari untuk menemukan sejatinya dari laga sepakbola.

Imajinasi serupa terpapar dalam diri Fernando Torres. Pemain Liverpool yang dijuluki El Nino ini hijrah dari Atletico Madrid ke Anfield pada 2007 dengan bayaran sekitar 20 juta poundsterling. Sebagai pencetak gol, publik menyebut penampilannya mirip Ian Rush dan Kenny Dalglish.

Pemain Spanyol ini punya mata elang dalam membidik mangsa. Utamanya, pemain belakang yang lengah, karena bayarannya kelewat mahal yakni gol. Hebatnya, ia membuktikan diri sebagai pemain yang mampu bertahan di tengah persaingan keras sepakbola Inggris.

Ia mampu melesakkan 24 gol ketika mengawali musim kompetisinya di Liga Primer bersama Liverpool. Prestasi ini menoreh catatan tersendiri di buku besar sejarah sepakbola Inggris sebagai striker dari luar Inggris yang tampil subur.

Hebatnya lagi, ia mencetak gol kemenangan bagi negaranya saat melawan Jerman di final Piala Eropa 2008.

Refleksi apa yang dapat dipungut publik dari perjuangan tiga besar dalam pemilihan Pemain Terbaik Dunia FIFA 2008 ini?

Dalam pemungutan suara, Cristiano Ronaldo (Portugal) mendulang 935 poin, Lionel Messi (Argentina) 678 poin, Fernando Torres (Spanyol) 203 poin.

Poin terpenting dan terutama yakni ketiganya mengeksplorasi imajinasi untuk terbebas dari segala kungkungan sistem. Boleh dibilang, ketiganya melahirkan imperatif sejarah: janganlah mengulangi "industrial genocide".

Maksudnya membebaskan diri dari pola berpikir totaliter, pola berpikir yang menghakimi seluruh jaman dengan memproklamirkan diri, sebagai kelompok atau individu yang paling benar. Padahal, dunia itu ib
Antara news.

Runtuhnya Klaim Neoliberal

Artikel opini yang ditulis Ismatillah Nu’ad berjudul ekonomi neoliberal (Republika, 18/05), sangat menarik dan menggugah, namun patut mendapatkan segudang catatan. Menurutnya, neolib secara sederhana memperjuangkan fundamentalisme pasar, yaitu pandangan yang menekankan bahwa mekanisme pasar akan berjalan dengan baik apabila ia bebas bergerak tanpa kendali dan intervensi dari pemerintah.
Dalam tulisan tersebut, juga dipaparkan bagaimana neoliberalisme di Amerika Latin dalam perkembangan terakhir telah menjadi momok dan musuh bersama. Dengan mengambil contoh kasus fenomena kebangkitan neososialisme sebagai antitesa neoliberalisme di Amerika Latin, saudara Ismatillah sepertinya ingin mematahkan klaim neoliberal bahwa mengurangi radius aktivitas negara akan memperdalam demokrasi dan mengakibatkan peningkatan penghasilan secara tetap baik bagi kaum kaya maupun miskin.
Indonesia lebih lanjut, seharusnya bisa mengambil pelajaran dari kasus-kasus yang dialami negara-negara seperti Venezuela, Brazilia dan Bolivia yang sudah mulai meninggalkan resep-resep ekonomi yang mengkampanyekan perlunya trio ekonomi; deregulasi-privatisasi-liberalisasi.

Embedded Liberalism
Perkembangan pesat Neoliberalisme dimulai sejak Margaret Thatcher menjadi perdana menteri Inggris tahun 1979 dan Ronald Reagen presiden AS pada tahun 1980. sejak saat itu dan terutama sejak berakhirnya perang dingin pada tahun 1990 neoliberalisme meluas ke seluruh dunia, disponsori AS sebagai super power militer, ekonomi dan politik. Neoliberalisme pada masa awal tersebut dapat dipahami dari pandangan David Harvey dalam bukunya A Brief History of Neoliberalism, dimana perbedaan neoliberalisme dengan “liberalisme lama” (embedded liberalisme) adalah bahwa dalam liberalisme lama peran pasar dan kegiatan usaha dilingkungi berbagai hambatan sosial politik seperti perencanaan negara dan badan usaha milik negara. Neoliberalisme berpendapat bahwa segala hambatan itu harus ditiadakan untuk memperoleh perkembangan ekonomi yang paling maksimal.
Hanya saja dalam era mutakhir, neoliberalisme selain telah menjadi istilah ekstrem, namun juga menjadi istilah yang sangat licin seiring berkembangnya teknologi informasi. Neoliberalisme pun pada akhirnya sampai pada bentuk reinkarnasi yang paling ekstrem, dimana neoliberalisme bisa dikatakan melampaui pandangan Daved Harvey tersebut. Seperti tata ekonomi seabad lalu, neoliberalisme berisi kecenderungan lepasnya kinerja modal dari kawalan, tetapi dalam bentuk lebih ekstrem yang ciri utamanya berupa lahirnya hierarki prioritas; prioritas sektor financial (financial capital) atas sektor-sektor lain dalam ekonomi. Hasilnya adalah revolusi produk finansial, seperti derivatif, sekuritas, bailout dan semacamnya (Herry Priyono, 2005).
Neoliberalisme versi mutakhir ini, cukup berperan dalam melambungkan perekonomian dunia yang terpusat pada segelintir orang. Sementara menyengsarakan jutaan penduduk dunia lainnya. Krisis kredit perumahan rendah (subprime mortage di AS) pada bulan july 2007 lalu, yang menyeret beberapa lembaga keuangan besar, seperti Citigroup dan Merrill Lynch (AS), UBS and Barclays (Eropa), serta Mizuho (Jepang), mengalami kerugian serius adalah titik terekstrem yang diakibatkan oleh neoliberalisme model baru ini.

Formula Strategi
Perjuangan melawan neoliberalisme khususnya di Amerika Latin yang dalam beberapa tahun terakhir memang cukup mengguncang dunia. Hal ini juga merupakan pukulan telak bagi Amerika Serikat sebagai simbol personifikasi neoliberalisme. Bagi kaum komunis ortodok maupun neoliberal, fenomena Amerika Latin memang telah membantah anggapan ketidak mungkinan adanya revolusi hanya 90 mil dari pantai Amerika Serikat.
Sebagaimana diketahui, sepanjang dekade 1990an, hampir semua Presiden Amerika Latin menerapkan haluan neoliberal, tapi hasilnya dalam front politik maupun ekonomi terbukti sangat mengecewakan. Stagnansi ekonomi, polarisasi sosial yang semakin dalam, dan kekuasaan eksekutif yang eksesif menimbulkan kebangkrutan neoliberal. Gerakan anti neoliberalpun pada akhirnya merebak dan menghasilkan kemenangan kaum anti neolib dalam pemilu presidensial. Hugo Chavez (venezuela) yang keras menentang neoliberal, Luiz Inacio Lula da Silva (Barazil), Lucio Gueterez (Ekuador) dan Nestor Kirchner (Argentina) adalah para pemimpin berhaluan neososialisme yang berhasil mematahkan klaim neoliberal.
Hanya saja, meskipun fenomena kebangkitan neososialisme Amerika Latin menemukan momentum kemenangan yang merata dihampir seluruh negara di Amerika latin, fenomenannya tentu saja tidak monolitik. Tapi sebaliknya cukup berbeda satu sama lain, khususnya dalam model strategi dan idiologi yang mendasarinya.
Steve Elner, seorang penulis kiri terkemuka mengajukan tiga profosal yang paling tidak telah digunakan kaum anti-neoliberal untuk mengembangkan strategi politiknya. Yaitu pertama, pendekatan Kiri-Tengah yang diajukan oleh politikus-akademisi Meksiko Jorge Castaneda, dimana kaum kiri meminang ”kaum tengah” agar menjauh dari kanan dengan berbasiskan program alternatif terhadap neoliberalisme; kedua, strategi yang diasosiasikan dengan teoritikus Marxis dari Chile Marta Hernecker, yang mana kaum kiri memprioritaskan anti neoliberal, namun menghindari tuntutan-tuntutan yang lebih kiri maupun aliansi dengan kaum kanan. Dan ketiga, strategi paling kiri yang digagas James Petras dimana tuntutan anti-neoliberal dikedepankan tapi tidak menutup kemungkinan perjuangan anti imperialisme atau anti-kapitalis.
Ketiga formula dan strategi inilah yang dikemudian hari digunakan sebagai titik acuan para pemimpin neososialis untuk menentang neoliberalisme. Ketiganya juga merupakan landasan perdebatan utama mengenai strategi dan tantangan yang dihadapi kaum kiri dalam memformulasikan tuntutan dan tawaran model baru dalam era globalisasi.
Melihat keragaman formula dan strategi kaum kiri dalam melakukan perlawanan terhadap neoliberalisme di Amerika Latin, kitapun pada akhirnya dihadapkan dengan banyak pilihan model. Sehingga tidak mungkin hanya melihat satu model saja; seperti model Venezuela atau Brazil saja misalnya. Apalagi bila melihat, rapuhnya basis sosial gerakan perlawanan terhadap neoliberalisme di negara kita.
Klaim neoliberalisme There Is No Alternative (TINA) yang diperkenalkan oleh Margareth Tacher memang telah mulai terbantahkan, tapi pemujaan sporadis terhadap klaim anti neoliberal terutama dengan mrrujuk kepada pengalaman Amerika Latin juga tidak sepenuhnya absah dan belum tentu baik bagi masa depan bangsa ini, mengingat bahwa kebangkitan neososialisme Amerika Latin juga menyisakan atau bahkan melahirkan permasalahan baru.

Menyelami Lyric-Lyric Coldplay

Viva La Vida Or Death And All His Friends merupakan album ke empat dari Coldplay setelah terakhir merilis album X&Y pada tahun 2006 kemarin. Beberapa orang berspekulasi bahwa ini merupakan produk ego dari Chris Martin yang merupakan frontman Coldplay. Seperti banyak diketahui, Chris martin sangat peduli akan perdamaian dunia.
Album ini sendiri bisa merupakan experimental record yang juga political record dari Coldplay. Setengah lirik dari album ini bertemakan gambaran keadaan perang, keagamaan, bahkan kematian, seperti yang tersirat pada Lead Single dari Album ini “Violet Hill”. Dimana dalam single tersebut sangat kental dengan pesan politiknya
I don’t want to be a soldier/Who the captain of some sinking ship/Would stow, far below
Pesan yang sama juga mereka sampaikan pada single “Lovers in Japan/Reign of Love”
Soldiers you’ve got to soldier on/Sometimes even the right is wrong
Nuansa Politikal pun sangat ditonjolkan pada cover art album ini untuk menekan pesan perdamaian yang diusung oleh Coldplay.
Best Single dari album ini adalah “Lost?”. Dari sisi komposisi musik single ini hanya mengandalakan piano, namun dibalut oleh lirik yang luar biasa, sehingga single ini terdengar luar biasa. Ada sebuah pesan moral yang coba disampaikan oleh Coldplay pada single ini
You might be a big fish, In a little pond Doesn’t mean you’ve won, ‘Cause along may come, A bigger one And you’ll be lost
Kita bisa mendengarkan arransemen yang berbeda dari single “Lost?” pada single “Lost!”. Jika “Lost?” hanya mengandalkan Piano, namun Single “Lost!” menggunakan konsep Full Band. Seolah-olah, kita seperti mendengarkan sebuah single yang berbeda. Tidak ketinggalan single “Viva La Vida” yang penuh semangat kemenangan. Pada intronya saja sudah membuat kita seperti melihat pencerahan jiwa.
Walaupun album ini bertemakan politik, namun Coldplay berhasil membungkusnya dengan musikalitas dan lirik yang tidak muluk-muluk dan membosankan. Banyak pesan-pesan moral dalam lirik album ini yang menjadi inspirasi kita. It’s such a inspre and powerfull album. So, i wouldn’t mind to get lost with Coldplay this Time.
dikutip dari http://sky.web.id.